Jakarta | Acehtraffic.com - Bobi (26), warga asli Demak, Jawa Tengah ini tiap tahun selalu pulang kampung untuk bertemu dengan orang tuanya. Sudah lima tahun terakhir, dia pulang kampung menggunakan sepeda motor.
Pemuda yang bekerja di kawasan Bekasi itu mengaku tidak lelah meski menempuh ratusan kilometer. "Asal bisa bertemu keluarga, rasa capek itu hilang," kata Bobi.
Cerita Bobi ini hanya cerita sebagian orang melakukan mudik. Ada jutaan orang setiap tahunnya mudik ketika menjelang Lebaran. Seperti tahun ini, diprediksi puluhan juta orang akan mudik baik ke Jawa atau daerah lainnya.
Tradisi mudik seolah menjadi tradisi yang tak pernah hilang. "Mungkin ini tradisi kultur. Rata-rata mudik menjadi arena memperkuat relasi yang mereka lakukan karena tidak pernah bertemu dengan keluarga," kata sosiolog dari UGM Arie Sudjito kepada merdeka.com, Sabtu (11/8).
Menurut Arie, ada gejala positif dalam tradisi mudik. Di sini, orang yang lama tidak bertemu dengan saudaranya bisa bertemu. "Bisa menjalin silaturrahmi," ujar dia.
Dari tahun ke tahun, kecenderungan pemudik bertambah. Apalagi, Jakarta sebagai Ibu Kota negara ini masih menjadi magnet bagi orang daerah.
Hal ini mengakibatkan pemudik tiap tahun meningkat. Tetapi karena sekarang zaman berubah dan dibantu teknologi, mudik tidak seperti dulu lagi. "Banyak pemudik yang dialihkan untuk tidak melakukan mudik pada hari H, karena bisa menumpuk," ujar dia.
Arie juga menjelaskan, dampak beban mudik adalah rawan kejahatan. Jika dalam hitungan hari ada pergerakan jutaan manusia tentu angka kriminalitas meningkat.
"Adanya copet, penipuan, kecelakaan pemudik. Jangan terjebak dengan euforia. Pemerintah harus punya kebijakan untuk mengurangi kriminalitas," ujar Arie.| AT | M | MR |
Posting Komentar