Headlines News :
Home » , » Himbauan Ngangkang Bisa Diikuti, Benarkah Tidak Patuh Diklaim Melawan Syariat Islam ?

Himbauan Ngangkang Bisa Diikuti, Benarkah Tidak Patuh Diklaim Melawan Syariat Islam ?

Written By Unknown on Selasa, 08 Januari 2013 | 00.17


Lhokseumawe | acehtraffic.com - Pro dan kontra kebijakan Walikota Lhokseumawe melarang penumpang perempuan duduk ngangkang ketika berkendaraan sepeda motor kian marak. Banyaknya dukungan atas kebijakan walikota tersebut, berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sepakat dengan kebijakan ini se-akan berlomba-lomba memasang spanduk di depan mesjid Islamic centre. 
Padahal kebijakan tersebut mung-kin--- mengingkari Qanun Aceh No 6 Tahun 2009 yang dibuat oleh pemerintah Aceh itu sendiri memuat tentang pemberdayaan dan perlindungan perempuan yang isinya adalah menghormati hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender tidak diskriminatif (Entah dalam kontek ini kebijakan ini tidak termasuk diskriminasi atau lain-lain?) 
Meski begitu, kaum hawa yang berada di Kota Lhokseumawe tetap kekeh dengan ngangkangnya melewati spanduk himbauan dan dukungan yang di lilitkan dengan tali di antara batang pohong meliuk-liuk di terpa angin dan seakan meminta  sinyal agar  kebijakan itu segera tersampaikan keseluruh pelosok Lhokseumawe. 

Banyaknya spanduk-spanduk dari pendukung di balik kehebohan kebijakan dilarang ngangkang oleh walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya, secara sekilas menurut spanduk menunjukkan  elemen -elemen yang tersebut didalam spanduk mendukung kebijakan tersebut. 

Namun entah ada masyarakat lain yang tidak mendukung? atau ada masyarakat yang kurang setuju?  Tetapi justru memilih pasrah dan berdiam diri serta menyerahkan diri kepada Allah SWT. 

Jika yang tidak setuju memilih strategi berdiam diri dan menyerahkan diri kepada Allah SWT, maka akan kalah Show dengan pendukung yang sejak, Senin 7 Desember 2013 menunjukkan dukungan dengan berbagai spanduk-spanduk. 

Tak heran para kelompok tidak setuju kemudian berdiam diri akan kalah dengan sendirinya, karena tidak diketahui oleh khalayak ramai bahwa mereka tidak setuju. 

Jika ingin diketahui bahwa tidak setuju sejatinya ungkapkan ketidaksetujuan karena dalam Islam di sebutkan " Katakanlah kebenaran walaupun itu sulit" jika cocok berpegang pada kata itu, jika tidak cocok carilah kata yang cocok lain.

Tentunya, jika ada yang protes  suasana dan perdebatan akan berimbang. Namun sekali lagi  jika yang tidak setuju tidak punya nyali untuk berteriak maka sooo pasti doong  sosialisasi yang dilakukan selama tiga bulan itu langsung terkesan diterima oleh masyarakat kota Lhokseumawe. 

Sehingga  bila mana Pemerintah Kota Lhokseumawe hendak menelorkan seruan menjadi Qanun atau peraturan daerah.maka pastinya tanpa hambatan sedikitpun. 
Terlepas dari semua itu, dilapangan seminggu seruan itu berdengung. Entah ini menjadi tolok ukur ketidaksetujuan atau  tolok ukur mengabaikan seruan itu,  masih juga  terlihat  kaum hawa di kota Lhokseumawe terlihat masih biasa-biasa saja dalam berkendara tetap duduk mengangkang ketika diboncengi sepeda motor. 

Jika pun ada yang duduk menyamping, mungkin ada sebagian karena seruan larangan itu, dan mungkin juga sejak dahulu kala kebiasaan pribadi itu memang duduk menyamping.

Seperti yang dituturkan Rumi salah seorang gadis (25) yang ditemui ketika sedang melintasi jalan Suka Ramai di boncengi temannya yang juga seorang perempuan. Selasa 8 Januari 2013 siang,

 “Saya memang sudah lama duduk menyamping, bukan karena ada himbauan walikota tapi karena terlihat lebih elok dan sopan”.

Berbeda dengan Dewi (22) di boncengi teman kuliahnya yang juga seorang perempuan telah terbiasa dengan duduk mengangkang dan menurutnya jauh lebih nyaman duduk ngangkang ketimbang duduk menyamping jika di bonceng dengan sepeda motor. 

“Lhokseumawe ini nggak pantes disebut Kota karena jalannya masih banyak yang berlubang dan nggak rata, malahan sekarang ada beberapa jalan yang dibuat tapi nggak siap-siap makanya saya ngeri kalau duduk menyamping,” Kata Dewi yang tidak menyetujui himbauan larangan duduk ngangkang bagi perempuan.

Aktivis perempuan dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK Aceh) Kota Lhokseumawe, Roslina dengan tegas mengatakan, 

“Kami jelas menolak aturan ini, karena kami tidak mengaitkan dengan isu syariat islam. Tapi kita berpedoman kepada prinsip keselamatan penumpang perempuan karena ini ditujukan untuk perempuan (azas manfaat dan skala prioritasnya).” 

Roslina berpendapat himbauan tersebut bisa di ikuti, bisa juga tidak, karena sifatnya masih berupa seruan atau himbauan. Menurutnya, jika 50% lebih masyarakatnya ternyata tidak sepakat, maka tidak bisa dilanjutkan menjadi peraturan daerah. 

Namun di Lhokseumawe jika ada yang menolak kebijakan walikota itu maka akan dianggap sama seperti tidak mendukung syariat Islam di tegakkan secara kaffah, sehingga membuat masyarakat tidak berani mengeluarkan suaranya untuk sekedar memprotes ide yang dinilainya merupakan ide gila.

Roslina meminta agar persoalan tersebut jangan digiring ke arah syariah islam karena menurutnya itu merupakan persoalan keselamatan nyawa manusia, dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip keselamatan.

“Kita nggak mencontoh negara lain yang sebenarnya justru sekarang melarang orang duduk menyamping, karena itu terkait dengan keselamatan,” kata Roslina yang menjabat sebagai Direktur eksekutif LBH APIK Aceh.

Lanjutnya,“Justru itu yang harusnya menjadi referensi kita, kenapa kita kok jadi justru mundur. Kenapa memberlakukan aturan yang justru ini sudah mulai dilarang?” tanyanya keheranan.

Ada prioritas yang jauh lebih penting daripada mengurusi selangkangan wanita, masih banyak persoalan sosial masyarakat yang harus dibenahi. Sebuah lembaga yang selama ini konsen terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan. 

LBH APIK Kota Lhokseumawe berdasarkan pengakuan Roslina mengutarakan 40 lebih kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi setiap tahunnya di Kota Lhokseumawe.

“Setiap tahun rata-rata 40 lebih kasus di wilayah Kota Lhokseumawe yang terjadi, yang datang mengadu ke kita. Di luar yang nggak mengadu ke kita dan kita dampingi itu lain lagi.”

Roslina juga menyarankan kepada walikota Lhokseumawe agar lebih memperhatikan persoalan-persoalan krusial lainnya seperti kemiskinan, banjir dan persoalan fasilitas umum lainnya.

“Jika walikota mendukung syariat islam maksimalkan saja qanun-qanun yang sudah ada, tanpa perlu menambah aturan baru, yang justru meresahkan masyarakat,” kata Roslina. | AT | HR | IS | Foto: Hermansyah |
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Acehtraffic Template | Baharsj
Copyright © 2013. Aceh Zone - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Baharsj
Proudly powered by Blogger